BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Fungsi utama
jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh dimana pada saat memompa jantung
otot-otot jantung (miokardium) yang bergerak. Untuk fungsi tersebut, otot
jantung mempunyai kemampuan untuk menimmbulkan rangsangan listrik yang disebut
sistem konduksi jantung.
Sistem
konduksi jantung menghasilkan impuls elektrik. Impuls ini dimulai dari nodus
sinoartrial (SA node) yang merupakan sumber impuls (pace maker) yang
mengawali suatu siklus jantung. Nodus ini terletak di dinding superior atrium
kanan. Dari nodus ini, impuls akan menyebar ke kedua dinding atrium
sehingga terjadi kontraksi otot jantung di atrium. Kemudian impuls akan
mendepolarisasi nodus atrioventrikular (AV node). Nodus ini terletak di bagian
bawah atrium kanan, yang selanjutnya akan menghantarkan impuls melalui bundle
atrioventrikular atau bundle His ke bagian septum interventrikular bagian atas.
Dalam
perjalanannya menuju ke bagian apeks jantung, bundle His ini bercabang menjadi
dua, kiri dan kanan. Bundle ini terletak di daerah interventrikular, yaitu
bagian tengah antara ventrikel kiri dan ventrikel kanan.
Serat
Purkinje kemudian menghantarkan impuls ke setiap miosit pada ventrikel yang
pada akhirnya menyebabkan kontraksi otot jantung.
Namun, dalam
perjalanan menghantarkan impuls listrik bisa terjadi hambatan. Hambatan
tersebut dapat menimbulkan gangguan-gangguan pada sistem konduksi. Gangguan
tersebut dapat terjadi di SA node, AV node, ataupun Bundle HIS.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
saja gangguan konduksi pada jantung?
2. Dimana
letak gangguan konduksi itu bisa terjadi?
3. Mengapa
gangguan konduksi bisa terjadi?
4. Kapan
gangguan konduksi itu terjadi?
5. Siapa
yang berisiko mengalami gangguan konduksi pada jantung?
6. Bagaimana
gangguan konduksi bisa terjadi ?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui jenis-jenis gangguan konduksi
2. Untuk
mengetahui bagaimana gangguan konduksi bisa terjadi
D. Manfaat
1. Agar
mahasiswa dapat mengetahui apa yang di maksud dengan gangguan konduksi
2. Dan
agar mahasiswa juga dapat mengetahui jenis-jenis dari gangguan konduksi
BAB
II
KAJIAN
TEORI
A. Pengertian
Gangguan Konduksi
Gangguan konduksi adalah gangguan
yang terjadi pada jaringan konduksi ( jalur listrik jantung ) sehingga listrik
jantung tidak berjalan lancar atau berhenti di tengah jalan dan itu dapat
terjadi di titik manapun.
B. Jenis-jenis
gangguan Konduksi
1. SA
Block
Ini adalah keadaan langka dimana tidak terdapat denyutan pada rangsangan normal. Satu atau dua denyutan
dilangkahi pada interval biasa atau tidak. Mungkin terasa pusing selama
masa penangguhan itu, dan biasanya tidak perlu perawatan. Itu terjadi pada
orang yang normal, dan sering dianggap sebagai tanda denyutan jantung yang lambat.
Pada blok sinoatrial keadaan ini sel pacemaker di nodal SA
memulai suatu impuls tetapi konduksi di blok saat im puls keluar dari nodal SA.
Dengan karakteristik sebagai berikut:
a. Laju: bervariasi karena ada pause
b. Irama: irregular
c. Gelombang P: normal
d. Interval PR: normal
e. Durasi QRS: normal, kecuali ada
gangguan konduksi intraventrikel.
2. AV
Block
Waktu
yang diperlukan untuk penyebaran depolarisasi dari nodus SA ke otot ventrikel
ditunjukkan oleh interval PR dan normalnya tidak lebih besar dari 0,2 detik.
Dalam keadaan normal di simpul AV Dapat terjadi perlambatan. Perlambatan ini
merupakan salah satu simpul AV. Tujuannya adalah memberikan waktu yang cukup
bagi atrium untuk berkontraksi agar beban akhir (preload) ventrikel optimal
untuk fase sistolik setelahnya. Selain itu, perlambatan ini juga dapat mencegah
stmulasi ventrikel secara berlebihan akibat takiaritmia tertentu di
supraventrikel. Namun pada kondisi tertentu perlambatan ini berlangsung lama
bahkan hingga blok sesuai derajat. Gangguan pada proses konduksi menyebabkan
fenomena EKG yang disebut blok jantung. AV Block terbagi menjadi :
a. Block
AV derajat satu
Block
AV derajat satu merupakan derajat yang paling ringan. Pada jenis ini, impuls
yang dibentuk disimpul SA mengalami perlambatan disimpul AV. Karena itu,
istilah block AV pada kondisi ini sebenarnya kurang tepat, karena yang terjadi
adalah perlambatan (delay), bukan block. Pada derajat satu, block biasanya
terjadi di simpul AV. Pada umumnya durasi kompleks QRS yang mengikuti masih
sempit kecuali bila terjadi aberansi. Interval PR tampak konstan tanpa episode
dropped beat. Karena itu interval RR juga tampak teratur.
Pemanjangan
interval ini antara lain disebabkan konsumsi obat-obatan ( seperti penyekat
reseptor beta, antagonis kalsium, amiodaron dan digoksin), penyakit jantung
koroner. Meskipun jarang, pemanjangan interval PR (0,21-0,22 det) kadang masih
akan ditemukan pada individu tanpa kelainan struktural apa-apa di jantung.
Pasien sering kali tidak menunjukkan gejala (asimtomatik). Blok AV derajat satu
biasanya tdak memerlukan tindakan apa-apa.
Kriteria diagnostiknya adalah :
1) Setiap
gelombang P di ikuti oleh QRS ( tidak ada episode dropped beat).
2) Interval
PR > 0,2 detik. Pemanjangan interval ini konstan dari beat ke beat.
Gambar
AV block derajat satu :
Pada contoh
gambar diatas menunjukkan interval PR lebih panjang
dari normal yaitu 7 kk, dan setiap beat panjangnya sama.
b. Block
AV derajat dua
Tahun
1899, karel frederik Wenckebach, menjelaskan sebuah fenomena timbulnya sebuah
ketidakteraturan denyut nadi karena block parsial di atrium ventrikular
junction. Akibat blok parsial ini , terjadi pemanjangan progresif waktu
konduksi di jantung. Fenomena ini kemudian disebut sebagai fenomena Wenckebach.
Pada bulan juli 1923 woldemar mobitz untuk pertama kali membagi block AV
derajat dua menjadi dua tipe yaitu :
1) Tipe
I ( mobitz tipe I atau Wenckebach phenomenon)
Pada
mobitz tipe I impuls yang datang dari atrium lebih sulit melawati simpul AV.
Pada EKG tampak pada interval PR memanjang progresif hingga suatu saat
gelombang P tidak diteruskan menjadi kompleks QRS karena simpul AV masih refrakter (Wenckebach phenomenon). Dengan
demikian, depolarisasi dari atrium tidak lagi diteruskan ke ventrikel atau
dropped beat. Setelah dropped beat ini terjadi, masa refrakter simpul AV telah
selesai. Dengan kata lain simpul AV telah siap untuk menerima dan meneruskan
impuls yang baru dari atrium. Karena itu saat ada impuls yang baru datang,
simpul AV kembali dapat meneruskannya ke distal dengan interval PR lebih pendek
dibanding sebelum terjadinya dropped beat. Siklus baru akan di mulai kembali
interval PR perlahan-lahan kembali memanjang hingga suatu saat kembali terjadi dropped
beat demikian seterusnya. Interval PR perlahan-lahan akan tampak memendek
hingga terjadinya block. Karena adanya fenomena ini kompleks QRS akan tampak
seperti mengelompok seperti adanya block. Bila menemukan fenomena seperti ini
kita dapat mencurigai terjadinya block wenckebach sebelum menyelidiki hubungan
antara gelombang P dan kompleks QRS.
Tidak
semua block derajat ini memperlihatkan pemanjangan interval PR yang jelas. Pada
sebagian kasus pemanjangan interval ini terjadi perlahan hingga terjadinya
dropped beat. Meskipun demikian , kita akan selalu melihat bahwa interval PR
setelah dropped beat akan selalu lebih pendek dibanding sebelum episode block.
Pada
block AV derajat dua tipe I lokasi block biasanya masih berada disimpul AV atau
bagian atas regio junctional atau supra his. Biasanya kompleks QRS juga akan
normal (sempit). Hemodinamik masih akan normal. Pasien-pasien seperti ini akan
tetap asimtomatik bertahun-tahun tanpa mengalami perburukan derajat.
Pada
kasus block wenckebach terdapat kriteria sebagai berikut :
a) Interval
PR memanjang progresif hingga suatu saat mengalami block.
b) Interval
RR memendek hingga gelombang P mengalami block.
c) Interval
RR diantara gelombang P yang mengalami block lebih pendek dari jumlah dua
interval PP.
Mobitz tipe satu dapat timbul karena
konsumsi obat-obat tertentu seperti digoksin atau penyakat reseptor beta. Block
ini cukup sering terjadi pada infark miokard inferior akibat gangguan suplai
darah ke simpul AV. Selain itu, juga dapat terjadi pada miokarditis, proses sklerodegeneratif
yang melibatkan nodus AV dan tonus vagal yang tinggi (seperti saat tidur,
muntah, atlet terlatih).
Gambar AV block mobitz tipe I
2) Tipe
II ( mobitz tipe II)
Tipe
ini mengindikasikan terjadinya kerusakan struktural permanen berkas cabang
akibat infark miokardium anterior luas atau proses degeneratif luas sistem
konduksi. Lokasi block biasanya terdapat dibawah bekas his atau infra his. Lokasi
block di simpul AV sangatlah jarang karena itu sebagian besar akan disertai
oleh block berkas cabang.
Pada
mobitz tipe II tidak di dapatkan pemanjangan progresif interval PR yang
membedakannya dari mobitz tipe I. Interval PR akan konstan, bisa memanjang atau
normal. Yang khas adalah terdapat block intermiten gelombang P dengan rasio
yang bervariasi (3:2,4:3,dll). Durasi QRS sering kali lebar yang menandakan
lokasi block di distal berkas his.
Kriteria
diagnosa mobitz tipe II yaitu :
a) Block
intermiten gelombang P
b) Pada
gelombang P yang diteruskan menjadi kompleks QRS (conducted), interval PR akan
konstan (bisa normal atau memanjang).
c) Pada
umumnya morfologi QRS merupakan block berkas cabang.
Gambar
AV block mobitz tipe II
Pada contoh
gambar diatas interval PR normal, tetapi ada gelombang P yang tidak diikuti
kompleks QRS.
c. Block
AV 2:1
Block
AV 2:1 merupakan kondisi yang khusus. Pada block AV rasio 2:1 ( 2 gelombang P
dengan 1 QRS), sangat sulit ditentukan apakah termasuk block mobitz tipe I atau
tipe II. Pada tipe I harus ada pemanjangan proresif interval PR sedangkan pada
tipe II harus ada bukti bahwa interval PR konstan.
d. Block
AV derajat tiga (Block AV total)
Pada
block AV total seluruh impuls dari supraventrikel gagal diteruskan ke ventrikel
akibat adanya block di AV junction. Akibatnya aktifitas ventrikel tidak lagi
distimulasi oleh pacu jantung(pace maker) normal yaitu simpul SA, melainkan
dari sumber atau fokus yang berada distal terhadap lokasi block, bisa di AV
jantung atau lebih distal seperti berkas cabang. Fokus ini disebut subsidiary
pacemaker. Karena itu baik aktifitas atrium dan ventrikel akan tampak berjalan
sendiri-sendiri. Tidak ada hubungan konstan atau koordinasi antara gelombang P
dan kompleks QRS ( independent satu sama lain). Interval PP dan RR tampak
teratur, kecuali ekstra sistol. Pada pasien dengan irama dasar fibrilasi atrium
atau kepak atrium (atrial flutter), terjadinya block AV Total dapat dikenali
jika respon ventrikel menjadi teratur.
Dalam
interpretasi perlun disebutkan irama yang mengambil alih. Dengan demikian ,
kriteria block AV total adalah :
a) Tidak
terdapat hubungan antara aktifitas atrium (gelombang P) dan ventrikel (komplek
QRS).
b) Laju
gelombang P biasanya lebih cepat dari laju QRS.
c) Irama
ventrikel dipertahankan oleh irama junctional atau idioventrikular.
3. Bundle
Branch Block
Jika
gelombang depolarisasi mencapai septum interventrikular secara normal, interval
antara permulaan gelombang P dan defleksi pertama pada kompleks QRS (interval
PR) akan normal pula. Namun, jika terdapat kondisi abnormal melalui cabang-cabang
berkas kanan atau kiri (blok cabang berkas), akan timbul perlambatan
depolarisasi pada sebagian otot ventrikel. Penambahan waktu yang diperlukan
untuk mendepolarisasikan seluruh otot ventrikel menyebabkan kompleks QRS
melebar.
Jika
durasi QRS lebih besar dari 0,12 detik , pasti kondusi ventrikel melewati jalur
yang abnormal dan lambat. Walaupun komplek QRS yang lebar dapat menunjukkan
BBB, pelebaran jika terjadi jika depolarisasi dimulai di dalam otot ventrikel
itu sendiri. Bundle branch block dibagi menjadi dua yaitu :
a. Right
Bundle Branch Block (RBBB)
RBBB
merupakan gambaran EKG yang terjadi akibat adanya hambatan atau block implus
pada tingkat berkas cabang kanan. Tidak serta merta berarti kelainan jantung.
Banyak individu normal menunjukkan RBBB (pre-existing RBBB).
Dalam
keadaan normal gelombang depolarisasi dari nodus AV akan diteruskan ke berkas
HIS lalu ke berkas cabang kanan dan kiri pada waktu yang bersamaan. Karena
adanya block diberkas cabang kanan, depolarisasi ventrikel kanan kiri tidak
terjadi simultan. Impuls akan di teruskan ke distal lebih dahulu secara normal
melalui berkas cabang kiri. Karena itu proses awal (aktifasi septum) tetap
berlangsung normal dari sisi kiri septum ke kanan. Proses eksitasi berlanjut ke
ventrikel kiri melalui fasikulus anterior dan posterior lalu terakhir ke
ventrikel kanan. Dengan demikian terjadi perubahan urutan aktifasi ventrikel.
Fase
awal aktifasi ventrikel pada RBBB adalah aktifasi septum yang tetap berlangsung
normal dari sisi kiri septum ke kanan. Proses ini tidak terganggu karena
seperti halnya dalam keadaan normal septum memang di aktifasi oleh
cabang-cabang septal yang berasal dari berkas cabang kiri. Karena itu, RBBB
tidak menimbulkan perubahan pada bagian awal kompleks QRS, lain halnya dengan
LBBB. Karena arah vektornya adalah dari kiri belakang ke kanan depan, pada EKG
proses ini akan terekam sebagai defleksi R di V1 dan Q di V6.
Setelah
aktifasi septum, fase berikutnya adalah aktifasi ventrikel kiri. Proses ini
juga berjalan seperti dalam keadaan normal, hanya saja dalam keadaan normal
proses ini stimultan dengan eksitasi ventrikel kanan melalui berkas cabang
kanan. Vektornya menuju ventrikel kiri. Pada EKG akan terekam gelombang S di V1
dan R di V6, masih sama dengan EKG normal.
Masalahnya terletak pada fase
terakhir aktifasi ventrikel. Fase terakhir adalah depolarisasi ventrikel kanan
yan terlambat. Pada EKG proses ini
terekam sebagai R di V1 dan sebaliknya, S di V6. Gelombang R tampak lebar, biasanya
lebih tinggi dari r. Gelombang S juga tampak lebar (slurred). Proses terakhir
inilah yang membedakan aktifasi ventrikel pada RBBB dibanding keadaan normal.
Akibatnya adalah perubahan arah vektor terminal QRS ke kanan depan dengan
gambaran S lebar (slurred) di sadapan precordial kiri, menuju ventrikel kanan.
Kriteria
diagnosis RBBB yaitu:
a) Durasi
QRS > 0,12 detik
b) Kompleks
QRS berbentuk trifasik (rSR’) di sandapan prekardial kanan (V1-V3). Biasanya
disertai depresi segmen ST dan gelombang T terbalik.
c) Gelombang
S lebar di sandapan prekordial lateral (V5,V6) dan I.
d) Onset
intrinsicoid deflection di V6 normal.
RBBB inkomplit
RBBB inkomplit memiliki
durasi QRS yang normal. Pada RBBB inkomplit, terjadi block parsial atau
perlambatan konduksi di berkas cabang kanan, dengan demikian masih ada implus
yang dapat melewatinya untuk mengaktifasi ventrikel kanan secara normal.
b. Left
Bundle Branch Block (LBBB)
LBBB
terjadi akibat adanya hambatan atau block implus pada tingkat berkas cabang
kiri. Karena block ada diberkas cabang kiri dengan sendirinya fase awal
aktifasi ventrikel (aktifasi septum) pasti berubah. Artinya, aktifasi septum
tidak lagi berlangsung dari sisi kiri ke kanan, melainkan sebaliknya. Aktifasi
septum pada LBBB berlangsung sangat lambat dari otot ke otot. Karena itu waktu
yang diperlukan lebih lama tidak heran jika durasi QRS pun akan menjadi lebih
lebar.
Pada
LBBB urutan aktifasi ventrikel menjadi abnormal, baik dalam vektor awal maupun
vektor akhir kompleks QRS. Akibat block, eksitasi ventrikel akan di mulai oleh
implus yang dihantarkan melalui berkas cabang kanan. Berkas cabang kanan
berjalan dari atas septum ke distal (di sisi kanan septum interventrikel)
menuju apex ventrikel kanan sebagai sebuah serabut tanpa memberikan cabang
apa-apa. Daerah yang di eksitasi lebih awal adalah sisi kanan septum ventrikel,
apex dan dinding bebas ventrikel kanan. Proses eksitasi septum selanjutnya
berlangsung dari sisi kanan ke kiri. Pada LBBB, gelombang q septal ini akan
hilang akibat perubahan arah vektor awal QRS.
Selanjutnya
eksitasi diteruskan ke ventrikel kiri yang ada di kiri belakang. Dengan
demikian depolarisasi dan rerata vektor QRS juga berubah ke arah kiri dan
posterior. Karena depolarisasi dihantarkan tidak melalui sistem konduksi
normal, maka defleksi yang timbul tampak lebar. Selain itu hjuga terdapat
perubahan arah repolarisai, vektor segmen ST dan T menjadi berlawanan arah
dengan vektor QRS. Akibatnya, terekam gambaran ST depresi dan infersi
gelomabang T di sadapan precordial kiri, Sadapan 1 dan AVL.
Kriteria diagnosis LBBB
:
a) Durasi
QRS > 0,12det
b) Gelombang
R tampak lebar , bertakik, disandapan prekordial kiri , I dan aVL.
c) Gelombang
q menghilang di sadapan prekordial kiri
d) Onset
intrisicoid deflection terlambat di V6 namun masih normal di V1.
e) Depresi
segmen ST dan inversi gelombang T berlawanan arah dengan arah defleksi kompleks
QRS (discordan).
LBBB sering kali merupakan petunjuk
adanya kelainan struktural di jantung. Konduksi patologis yang sering
berhubungan adalah hipertensi lama, stenosis aorta, kardiomiopati dilatasi,
infrak miokard, PJK , dan kelainan sistem konduksi listrik jantung. LBBB sering
timbul pada PJK dengan fungsi ventrikel kiri yang rendah.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Depolarisasi
normalnya di mulai di nodus SA, menyebar ke ventrikel melalui nodus AV, berkas
HIS , cabang berkas HIS kanan dan kiri.
2. Kelainan
konduksi dapat terjadi di tempat-tempat tersebut
3. Masalah
konduksi pada nodus AV dan berkas HIS dapat parsial ( blok derajat I dan II)
atau total (block derajat III)
4. Jika
konduksi yang melalui AV node, berkas his , dan salah satu dari cabangnya
normal, tetapi abnormal pada cabang yang lain, terdapat BBB dan kompleks QRS.
5. Pola
RBBB dan LBBB dapat dijelaskan bahwa
a. Septum
di depolarisaikan mula-mula dari kiri ke kanan
b. Sadapan
V1 melihat ke ventrikel kanan dan sadapan V6 melihat ke ventrikel kiri
c. Bila
depolarisasi menyebar ke arah elektrode, jarum menyebar ke atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar